UA-135753897-1 Jendela Ilmu: Makalah manusia dan tupoksinya dalam perspektif Al Qur'an

Selasa, 27 Oktober 2015

Makalah manusia dan tupoksinya dalam perspektif Al Qur'an


MANUSIA DAN TUPOKSINYA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Oleh : Safrudin

 
BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al Qur’an banyak sekali memberi gambaran mengenai manusia dan kehidupannya, manusia diciptakan dalam bentuk raga yang sebaik – baiknya dan rupa yang sindah – indahnya serta dilengkapi dengan berbagai organ psikofisik yang istimewa seperti panca indera dan hati agar manusia bersyukur kepada Tuhan yang telah menganugerahkan keistimewaan – keistimewaan kepada manusia.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia diciptakan untuk memimpin dan mengatur alam ini karena pada diri manusia terdapat akal yang sehat. Seperti halnya Allah menciptakan manusia ini tentunya mempunyai tujuan, tugas pokok dan fungsi manusia itu sendiri.
Dalam hal ini pemakalah mencoba untuk membahas tugas pokok dan fungsi manusia dalam prespektif Al Qur’an dengan harapan agar khasanah keilmuan tentang tujuan diciptakannnya manusia di alam semesta ini lebih mendalam dan lebih dapat  dipahami dengan pendampingan kalam Illahi.

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pandangan Islam tentang Manusia dalam perspektif al-Qur’an?
2.      Bagaimana pandangan Islam tentang tupoksi manusia dalam perspektif al-Qur’an?

C.     Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui pandangan al-Quran tentang manusia
2.      Untuk Mengetahui pandangan al-Qur’an tentang tupoksi manusia
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Manusia dalam Perspektif al-Qur’an
1.      Hakekat Manusia
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk hidup yang memiliki kepribadian yang tersusun dari perpaduan dan saling hubungan dan pengaruh mempengaruhi antara unsur-unsur jasmani, dan rohani, dan karena itu penderitaan dapat terjadi pada tingkat jasmani maupun rohani.[1]
Manusia pada dasarnya berasal dari satu ayah dan satu ibu, yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia, membentuk aneka ragam suku dan bangsa, serta bahasa dan warna kulit yang berbeda-beda. Karena itu manusia menurut pandangan Islam adalah umat yang satu ummatun wahidatun. Manusia menurut Islam hanya milik Allah dan hamba Allah dan tidak boleh menjadi hamba dari makhlukNya, termasuk hamba dari manusia.[2]
Menurut Murtdha mutahhari mengatakan bahwa manusia yaitu khalifah tuhan di bumi, manusia merupakan makhluk yang mempunyai intelligensi yang paling tinggi, manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan tuhan, manusia dalam fitrahnya memiliki sekumpulan unsur surgawi yang luhur, manusia merupakan makhluk pilihan, manusia bersifat bebas dan merdeka, manusia memiliki kesadaran moral, jiwa manusia tidak akan pernah damai kecuali dengan mengingat Allah, segala bentuk karunia duniawi, diciptakan untuk kepentingan manusia, Tuhan menciptakan manusia agar mereka menyembah-Nya dan tunduk patuh kepada-Nya. Manusia tidak dapat memahami dirinya kecuali dalam sujudnya kepada Tuhan dan dengan mengingatnya setiap realitas yang tersembunyi akan dihadapkan kepada manusia semesta setelah mereka meninggal dan selubung roh mereka disingkapkan, manusia tidaklah semata-mata tersenuh oleh motivasi dunia saja.[3]
Menurut al-Qur’an manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan. Jadi, manusia itu berasal dan datang dari Tuhan.[4]
Manusia juga berarti al-Basyar, mengandung pengertian bahwa manusia dalam konteks dimensi material, jasmaniah, fisika dan berwujud yang suka makan, berjalan-jalan, tertawa, menangis, berbadan tinggi atau rendah, ganteng atau cantik. Dalam hal ini al-Qur’an menyebutkan sebanyak 35 kali. Manusia dalam arti ini yaitu makhluk yang paling lemah, hidup diatas kasih sayang orang tuanya dengan keadaan yang tidak berdaya sama sekali. Karena itu, wajar bila harus berbuat baik kepada kedua orang tua.
Manusia yang berarti al-Naas, mengandung pengertian sebagai spesies dari keturunan Adam yang bisa berpikir, berbicara dan berperasaan. Dalam hal ini Al-Qur’an menyebutkan sebanyak 240 kali. Seperti dalam Qs. al-Hujurot: 13
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨
bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Manusia yang berarti al-Insaan, menunjuk pada pengertian yang membuatnya pantas menjadi khalifah di muka Bumi, menerima beban taklif, dan amanah kemanusiaan yang ditolak oleh bumi. Tapi manusia menerimanya karena dibekali ilmu, al-Bayan, al-aql, at-Tamyiz. Dalam al-Qur’an juga disebutkan sebanyak 65 kali.[5]
2.      Proses Terjadinya Manusia
Pandangan al-Qur’an mengenai asal usul manusia yaitu bahwa manusia diciptakan dari tanah. Seperti dalam Qs.  Nuh: 17-18:[6]
ª!$#ur /ä3tFu;/Rr& z`ÏiB ÇÚöF{$# $Y?$t7tR ÇÊÐÈ   §NèO ö/ä.ߊÏèム$pkŽÏù öNà6ã_̍øƒäur %[`#t÷zÎ) ÇÊÑÈ  
“Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya. Kemudian Dia mengambalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.”
            Dalam Qs. Thoha: 55 juga menyebutkan tentang tanah:
$pk÷]ÏB öNä3»oYø)n=yz $pkŽÏùur öNä.ßÏèçR $pk÷]ÏBur öNä3ã_̍øƒéU ¸ou$s? 3t÷zé& ÇÎÎÈ  
“Dari bumi (tanah) Itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.”
Penciptaan manusia adalah suatu proses alami yang berlangsung melalui beberapa tahap, adapun tahapanya sebagai berikut: [7]
a.       Tahap Jasad
Menurut Ibn Mandzur menulis bahwa Abu Ishaq bahwa jasad ialah sesuatu yang tidak bisa berfikir dan tidak dapat dilepaskan dari pengertian bangkai. Dalam al-Qur’an juga disebutkan penciptaan manusia adalah dari tanah (turab, thin, lumaim, masnun dan shalshal).



b.      Tahap Hayat
Dalam tahap hayat bahwa esensinya manusia yaitu ada pada gerakan, suatu kehidupan tidak dapat dimengerti tanpa adanya gerakan dan dalam setiap gerakan terpancar adanya kehidupan.
c.       Tahap Roh
Tahap roh disini yaitu dimensi psikis manusia yang bisa menjadi aktual jika ditampung dalam badan atau tubuh. Roh ini merupakan sumber langsung dari Tuhan dan membawa sifat-sifat dan daya yang diberikan suatu potensi untuk menjadi khalifah di bumi.

B.     Tugas Pokok dan Fungsi Manusia dalam Perspektif al-Qur’an
Tujuan hidup manusia secara global yaitu untuk mencapai kebaikan yang asasi. Keseluruhan tuntunan Islam menjamin manusia untuk mencapai tujuan yang luhur, akan tetapi tidak ada jaminan absolut bahwa semua manusia akan mampu untuk memiliki kebaikan.[8]
Fungsi merupakan jabatan, tugas ataupun kewajiban. Dengan demikian, tugas dan fungsi manusia yakni ibadah dan khalifah tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain, atau tidak dapat dilaksanakan hanya secara parsial, karena aspek ibadah juga mencakup kepada aspek khalifah dan begitu juga aspek khalifah mencakup aspek ibadah.
Fungsi dan kedudukan manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah di bumi. Tujuan penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia di dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat. Jadi, manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.
Banyak sekali ayat yang menjelaskan mengenai tiga pandangan ini kepada manusia. Antara lain seperti disebutkan pada Surah Al-Baqarah ayat 30:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui“. (Q.S. Al-Baqarah: 30)[9]
Adapun tujuan pokok dan fungsi manusia dalam perspektif al-Qur’an yaitu:[10]
1.      Dijadikan Allah sebagai khalifah di Bumi, yang terdapat dalam Qs. al-Baqarah: 30.

ŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿãƒ
 $pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ 

 “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang telah ditentukan. Jika manusia sebagai khalifatullah di bumi, maka ia memiliki tugas-tugas tertentu sesuai dengan tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah selama manusia itu berada di bumi sebagai khalifatullah.
Jika kita menyadari diri kita sebagai khalifah Allah, sebenarnya tidak ada satu manusia pun di atas dunia ini yang tidak mempunyai “kedudukan” ataupun “jabatan”. Jabatan-jabatan lain yang bersifat keduniaan sebenarnya merupakan penjabaran dari jabatan pokok sebagai khalifatullah. Jika seseorang menyadari bahwa jabatan keduniawiannya itu merupakan penjabaran dari jabatannya sebagai khalifatullah, maka tidak ada satu manusia pun yang akan menyelewengkan jabatannya. Sehingga tidak ada satu manusia pun yang akan melakukan penyimpangan-penyimpangan selama dia menjabat. Jabatan manusia sebagai khalifah adalah amanat Allah. Jabatan-jabatan duniawi, misalkan yang diberikan oleh atasan kita, ataupun yang diberikan oleh sesama manusia, adalah merupakan amanah Allah, karena merupakan penjabaran dari khalifatullah. Sebagai khalifatullah, manusia harus bertindak sebagaimana Allah bertindak kepada semua makhluknya.

2.      Dimuliakan Allah dan diberi kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Qs. 17:70
¨bÎ) y7­/u äÝÝ¡ö6tƒ s-øÎh9$# `yJÏ9 âä!$t±o âÏø)tƒur 4 ¼çm¯RÎ) tb%x. ¾ÍnÏŠ$t6ÏèÎ/ #MŽÎ7yz #ZŽÅÁt/ ÇÌÉÈ  
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.”
3.      Diberi alat indera dan akal Qs. 16:78
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$#
 t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ  
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”


4.      Tempat tinggal yang lebih baik dibandingkan dengan makhluk lain dan diberi rizki. Qs. 70:10
Ÿwur ã@t«ó¡o íOŠÏHxq $VJŠÏHxq ÇÊÉÈ  
“Dan tidak ada seorang teman akrabpun menanyakan temannya”

5.      Memiliki proses regenerasi yang teratur melalui perkawinan.
6.      Diberi daya berusaha dan usahanya dihargai.

Selain itu, tugas manusia yang merupakan amanah dari Allah itu pada intinya ada dua macam, yaitu abdullah (menyembah) dan khalifah Allah yang keduanya harus dilakukan dengan penuh tanggungjawab.[11]
Tugas hidup manusia sebagai Abdullah merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam arti memelihara tugas-tugas kewajiban dari Allah yang harus dipatuhi. Sedangkan khalifah Allah merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam arti memelihara, memanfaatkan atau mengoptimalkan. Tugas hidup manusia sebagai abdullah bisa dipahami dari firman Qs. Adzariyat 56: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”. [12]
Adapun tujuan diciptakannya manusia menurut Chairuddin Hadhiri  yaitu:[13]
1.      Manusia diciptakan bukan secara main-main, melainkan untuk mengemban amanah/ tugas keagamaan untuk mengabdi beribadah. Seperti dalam QS.al-Mu’minun : 115
óOçFö7Å¡yssùr& $yJ¯Rr& öNä3»oYø)n=yz $ZWt7tã öNä3¯Rr&ur $uZøŠs9Î) Ÿw tbqãèy_öè? ÇÊÊÎÈ  
“Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?”.
2.      Manusia diciptakan untuk mengemban amanah. Seperti dalam Qs.al-Ahzab: 72
$¯RÎ) $oYôÊttã sptR$tBF{$# n?tã ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ÉA$t6Éfø9$#ur š
ú÷üt/r'sù br& $pks]ù=ÏJøts z`ø)xÿô©r&ur $pk÷]ÏB $ygn=uHxqur ß`»|¡RM}$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x.
$YBqè=sß Zwqßgy_ ÇÐËÈ
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.”

3.      Manusia untuk mengabdi kepada Allah.. Seperti dalam Qs. adz-Zariyat: 56
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
4.      Sebagai khalifah/ pengelola di muka bumi Seperti dalam Qs. al-Baqarah: 30
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr&
$pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9
 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ  
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

5.       Manusia mempunyai derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan makhluk lainnya. Seperti dalam Qs. al-An’am: 165
uqèdur Ï%©!$# öNà6n=yèy_ y#Í´¯»n=yz ÇÚöF{$# yìsùuur öNä3ŸÒ÷èt/ s-öqsù <
Ù÷èt/ ;M»y_uyŠ öNä.uqè=ö7uŠÏj9 Îû !$tB ö/ä38s?#uä 3 ¨bÎ) y7­/u ßìƒÎŽ|  É>$s)Ïèø9$#
¼çm¯RÎ)ur Öqàÿtós9 7LìÏm§ ÇÊÏÎÈ  
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

6.      Manusia diciptakan untuk amar ma’ruf nahi munkar. Seperti dijelaskan dalam Qs. al-Imron: 110
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/
 šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä
 ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$#
 ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ  
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

7.      Manusia merupakan makluk yang diperhatikan oleh Allah. Seperti dalam Qs. ar-Rahman:31
éøãøÿoYy öNä3s9 tmƒr& ÈbŸxs)¨W9$# ÇÌÊÈ  
“Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu Hai manusia dan jin.”
8.      Manusia dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya. Seperti dalam Qs. al-Qiyamah: 36
Ü=|¡øtsr& ß`»|¡RM}$# br& x8uŽøIム´ß ÇÌÏÈ  
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?”
Dua peran yang dipegang manusia di muka bumi, sebagai kholifah dan ‘abdun, merupakan perpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup, yang syarat dengan kreativitas dan amaliah yang selalu berpihak pada nilai – nilai kebenaran. Oleh karena itu hidup seseorang muslim akan dipenuhi dengan amaliah, kerja keras tiada henti, sebab kerja bagi seorang muslim adalah membentuk amal sholeh. Kedudukan manusia dimuka bumi sebagai kholifah dan hamba Allah, bukanlah dua posisi yang bertentangan, melainkan satu kesatuan yang padu dan tak terpisahkan. Kekhalifahan adalah realisai dari pengabdiannya kepada Allah yang menciptakannya. Dua sisi tugas dan tanggung jawab ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian rupa.[14]















BAB III
KESIMPULAN

1.      Hakikat manusia terletak dalam relasinya dengan Tuhan disamping relasinya dengan sesama manusia dan  alam pada umumnya. Adanya dimensi – dimensi yang ada pada manusia secara potensial  memungkinkan manusia mengadakan hubungan dengan Tuhan dan mengenal – Nya melalui cara – cara yang di ajarkan - Nya.
2.      Manusia berfungsi sebagai kholifah di bumi dan diciptakan Tuhan bukan secara main – main, melainkan untuk mengemban amanah dan untuk beribadah kepada-Nya, serta selalu menegakan kebajikan sekaligus menghilangkan keburukan dengan segenap tanggung jawab.
3.      Fitra Manusia adalah suci dan beriman. Kecenderungan kepada agama merupakan sifat dasar manusia, dan sadar atau tak sadar manusia selalu merindukan Tuhan.










DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama “ Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam “, Jakarta 2009, hlm. 47
Fatah, Rohadi, Sudarsono. 1997. Ilmu dan Tehnologi dalam Islam. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Hadhiri, Choiruddin. 2002. Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani.
Hakim, Atang Abdul, Jaih Mubarok. 2004. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Kosasih, Ahmad. 2003. HAM Dalam Perspektif Islam. Jakarta:Salemba.
Muhaimin. 2001. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Islam di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mursidin. 2011. Moral Sumber Pendidikan. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nasrullah, Rully, Abdul Mukti Rouf. 2008. Manusia dari Mana dan Untuk Apa?. Jawa Timur: Mashun.
Prasetyo, Joko Tri. 2009. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Tafsir, Ahmad. 2008. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ta’rifin, Ahmad. 2010. Ilmu Alamiah Dasar. Pekalongan: STAIN PRESS.


[1] Joko Tri Prasetyo dkk, Ilmu Budaya Dasar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), h. 122.
[2] Ahmad Kosasih, HAM Dalam Perspektif Islam (Jakarta:Salemba, 2003), h. 15-16.
[3] Ibid h. 20.
[4] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 14.
[5]  Mursidin, Moral Sumber Pendidikan (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 1-2.
[6]  Ahmad Ta’rifin, Ilmu Alamiah Dasar ( Pekalongan: STAIN PRESS, 2010), h. 97-98.
[7] Rully Nasrullah dan Abdul Mukti Rouf, Manusia dari Mana dan Untuk Apa? (Jawa Timur: Mashun, 2008), h. 32-51.
[8]  Rohadi Abdul Fatah dan Sudarsono, Ilmu dan Tehnologi dalam Islam (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1997), h. 39.
[9]    Alqur’an
[10]  Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 21.
[11] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Islam di Sekolah
    (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 21.
[12] Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya),
    h. 210.
[13] Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 81.
[14]   Departemen Agama “ Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam “, Jakarta 2009, hlm. 47

Tidak ada komentar:

Posting Komentar