UA-135753897-1 Jendela Ilmu: Makalah Kepemimpinan dan Politik Dalam Islam

Minggu, 01 November 2015

Makalah Kepemimpinan dan Politik Dalam Islam


Hadits Tentang Kepimpinan dan Politik Islam
 Oleh : Safrudin


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Agama Islam yang di bawa oleh nabi Muhammd saw. datang tidak hanya membawa aqidah keagamaan atau ketentuan moral dan etika yang menjadi dasar masyarakat semata – mata. Akan tetapi juga membawa syari’at yang jelas mengatur manusia, prilakunya dan hubungan antara satu dengan yang lainnya dalam segala aspek, baik bersifat individu, keluarga, hubungan individu dengan masyarakat dan hubungan – hubungan yang lebih luas lagi.
Berpijak dari kenyataan ini, sebenarnya Islam telah membawa ketentuan syari’at yang menjadi tuntutan otomatis bagi kepentingan terwujudnya suatu umat dan negara berdasarkan prinsip – prinsip yang rasional dan memenuhi kebutuhan masyarakat.[1]
Prinsip – prinsip yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang menjadi tuntunan otomatis bagi kepentingan suatu umat dan negara diperlukan suatu ilmu, salah satunya adalah ilmu politik, bagaimana kita dalam berpolitik tidak meninggalkan akar ajaran syari’at, sehingga nilai moral yang sesuai tuntunan agama dapat kita raih dan dapat mengembangkan umat dan negara, untuk memenuhi tujuan itu kita harus mengkaji dan mempelajari hadits – hadits tentang politik yang telah di ajarkan Nabi Muhammad saw.

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pandangan al Sunnah mengenai politik ?
2.      Bagaimana nilai moral yang ditanamkan Rosul dalam berpolitik ?
3.      Bagaimana pengembangan politik Nabi di era modern ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hadits Tentang Politik dan Kualitasnya

1.    Hadits tentang pemimpin dan tanggungjawab pemimpin
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.
Dari Ibnu Umar, dari Nabi Muhammad, beliau telah bersabda, “Setiap orang dari kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungan jawab terhadap apa yang di pimpinnya. Seorang raja adalah pemimpin bagi rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi anggota keluarganya dan ia akan dimintai pertanggunganjawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang istri adalah pemimpin bagi rumah tangga suami dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin bagi harta tuannya dan ia akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya. Ketahuilah bahwa setiap orang dari kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya.” (HR Muslim 6/8).               ( kualitas hadits ini shahih )
Oleh karena itu, seorang imam adalah pemimpin umat manusia dan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya memberikan pendidikan, kepercayaan dan tannggung jawab serta pemenuhan hak – hak atas umat yang dipimpinnya. Hal ini berlaku juga seperti seorang kepala keluarga, ibu, budak dan lainnya yang berhubungan dengan kepemimpinan.[2]
2.    Hadits Tentang Persatuan Umat
حَدَّثَنَا خَلَّادُ بْنُ يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ جَدِّهِ عَنْ أَبِي مُوسَى
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ

Telah menceritakan kepada kami Khallad bin Yahya berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Burdah bin 'Abdullah bin Abu Burdah dari Kakeknya dari Abu Musa dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Sesungguhnya seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti satu bangunan yang saling menguatkan satu sama lain." kemudian beliau menganyam jari jemarinya."                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     
 ( kualitas hadits ini shahih ) 
Ajaran persamaan yang ditanamkan oleh Islam telah membentuk suatu komunitas masyarakat muslim yang saling menyayangi dan terikat oleh suatu komitmen keimanan yang kuat. Bangsa arab yang selama ini dikenal sebagai bangsa yang senang berperang dan bermungsuhan, telah mampu dipersatukan di bawah bendera Islam. Tidak lagi ada permungsuhan antar penduduk Madinah dengan penduduk Mekah, dan semua diikat menjadi satu umat yang mengikuti dan taat kepada ajaran rasul.[3]         
3.    Hadits Tentang Pembentukan Pemerintahan
حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ هُبَيْرَةَ عَنْ أَبِي سَالِمٍ الْجَيْشَانِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ أَنْ يَنْكِحَ الْمَرْأَةَ بِطَلَاقِ أُخْرَى وَلَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَبِيعَ عَلَى بَيْعِ صَاحِبِهِ حَتَّى يَذَرَهُ وَلَا يَحِلُّ لِثَلَاثَةِ نَفَرٍ يَكُونُونَ بِأَرْضِ فَلَاةٍ إِلَّا أَمَّرُوا عَلَيْهِمْ أَحَدَهُمْ وَلَا يَحِلُّ لِثَلَاثَةِ نَفَرٍ يَكُونُونَ بِأَرْضِ فَلَاةٍ يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ صَاحِبِهِمَا

Telah menceritakan kepada kami Hasan telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah telah menceritakan kepada kami Abddullah bin Hubairah dari Abu Salim Al Jaisyani dari Abdullah bin 'Amru, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Tidak halal bagi seorang lelaki menikahi seorang wanita dengan menceraikan (isterinya) yang lain, dan tidak halal bagi seorang lelaki menjual di atas penjualan temannya sampai ia meninggalkannya, dan tidak halal bagi tiga orang yang berada di padang sahara kecuali jika mereka mengangkat salah satu dari mereka untuk menjadi pemimpin, dan tidak halal bagi tiga orang yang sedang berada di padang sahara dua orang di antara mereka berbicara tanpa melibatkan teman mereka (yang ketiga)."
( Kualitas Hadits : shahih )

Adapun tujuan dari pembentukan Negara itu adalah untuk melaksanakan ketentuan – ketentuan Allah yang ada dalam Al Qur’an maupun ketentuan – ketentuan rasul yang ada dalam Hadits. Berdasarkan hal ini maka tidak ada jalan lain untuk mewujudkan tujuan dan cita – cita tersebut kecuali dengan adanya ketundukan dan ketaatan seluruh umat kepada kepala negara yang akan melaksanakan hukum atau ketentuan – ketentuan Allah dan Rosul-Nya di atas.[4]

4.    Hadits Tentang Ketaatan Kepada Kepala Negara
حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ الْقَوَارِيرِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ زُبَيْدٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عَلِيٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami 'Ubaidah bin Umar Al Qawariri telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi dari Sufyan dari Zubaid dari Sa'd bin 'Ubaidah dari Abu Abdurrahman As Sulami dari Ali Radhiallah 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidak ada ketaatan kepada mahluq dalam bermaksiat kepada Allah 'azza wajalla."
( Kuliatas Hadits : shahih )
 
Kepala negara yang berlaku zalim dan berbuat maksiat kepada Allah, tidak wajib di taati. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka masalah ketaatan kepada kepala negara adalah merupakan hal yang sangat vital.  Karena dari sanalah wujud keberadaan negara sebagaimana yang di idam  - idamkan akan menjadi kenyataan. Suatu negara yang rakyatnya tidak patuh dan tunduk kepada pimpinan ( dalam arti taat kepada peraturan – peraturan positif yang berlaku ), maka pimpinan ( pemerintah ) tidak akan mampu melaksanakan peraturan – perataturan tersebut, dan akibatnya akan terjadi benturan – benturan diantara masyarakat yang berakhir dengan kekacauan, oleh karena itulah demi terciptanya ketentraman dan stabilitas yang mantap guna melaksanakan syari’at Islam, dukungan dan ketaatan dari semua masyarakat mutlak diperlukan.[5]
B.     Nilai Moral Yang  Ditanamkan Rosul Dalam Politik
1.     Musyawarah
Quraisy Shihab Menjalaskan bahwa kata musyawarah bermakna dasar mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat di ambil atau dikeluarkan dari yang lain termasuk pendapat. Fakta sejarah menunjukan bahwa masyarakat arab pra Islam telah mengenal musyawarah, bahkan dalam Al Qur’an dijelaskan tentang salah seorang ratu yang hidup pada masa Nabi Sulaiman as. di negeri saba’dalam memimpin negerinya selalu bermusyawarah dengan pembantu – pembantu setianya. Dan pada masa pemerintahannya inilah negeri tersebut oleh Al Qur’an dengan baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur.[6]

2.     Keadilan
Adil adalah suatu sikap yang mutlaq yang tidak menunjukan kecondongan cinta atau marah, tidak merubah ketentuan yang berlaku karna kasih sayang atau benci kepada seseorang tidak mempengaruhi pandangan karena pertimbangan kekeluargaan.[7] Dalam pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalam kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang bersebgketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara ibu bapa dan anak-anaknya.kewajiban berlaku adil dan menjauhi perbuatan zalim adalah di antara asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas tersebut. Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.

3.     Kebebasan
Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang makruf dan kebajikanyang sesuai dengan Al–Qur’an dan Hadist.Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenarnya adalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.

4.     Persamaan
Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggung jawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuat kuasa undang-undang.

6.     Diwajibkan untuk memperkuat tali silaturahmi
Dikalangan kaum muslimin di dunia dan untuk mencegah semua kecenderungan sesat yang didasarkan pada perbedaan ras, bahasa, ras, wilayah ataupun semua pertimbangan materealistis lainya serta untuk melestarikan dan memperkuat kesatuan Millah Al-Islamiyyah

C.    Pengembangan Politik Nabi di Era Modern

Sejarah menunjukan, bahwa setiap zaman mempengaruhi manusia dalam cara hidupnya dalam bidang politik, ekonomi, seni dan budaya.[8] Pertumbuhan bahasa politik Islam, tidak ragu lagi berkaitan erat dengan pertumbuhan Islam itu sendiri. Bahkan jika kita mempertimbangkan pandangan bahwa Islam adalah din wa siyasah, pada dasarnya dalam Islam tidak terdapat pemisahan antara bahasa Agama dan bahasa politik.
Integrasi bahasa politik ke dalam bahasa agama ini terlihat lebih jelas dalam ekspresi keagamaan dan politik Nabi Muhammad saw, yang selanjutnya dalam segi kemudian diikuti oleh al – Khulafa’ al – Rasyidun, empat kholifah sesudah Rasul Allah : Abu Bakar, Umar bin Khotob, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Pelahan tapi pasti, terjadinya perubahan – perubahan dalam kehidupan politik muslim, mulai dari kebangkitan dinasti Umayah, bahasa politik kemudian memisahkan atau, tepatnya, merenggangkan diri dari bahasa agama. Dalam kancah politik dipekenalkan idiom – idiom baru, dan idiom – idiom lama juga mengalami pergeseran makna.
Meski demikian perlu dicatat bahwa sebelum masa modern dalam pengalaman banyak masyarakat politik Muslim sebenarnya tidak pernah mendapat keterputusan subtansial antara bahasa agama dan politik. Bahkan terdapat cukup banyak kasus di mana kita melihat terjadinya tarik – menarik dan adanya semacam hubungan dialektis antara bahasa agama dan politik. Meski sistem prilaku politik yang mereka jalankan tidak selalu selaras dengan prinsip dasar al Qur’an tentang politik, tak jarang penguasa Muslim menggunakan dan manipulasi bahasa – bahasa politik dengan memberinya muatan atau menyelubunginya dengan aura keagamaan, sehingga penguasa dapat memperoleh tambahan legitimasi dan otoritas keagamaan yang sering dipandang sacral oleh masyarakat awam umumnya.[9]
Perubahan hebat dalam bahasa politik Islam tentu saja terjadi sejak masyarakat – masyarakat muslim menghadapi zaman modern, masa bermula dengan terjadinya pertemuan, konflik dan penaklukan militer Eropa atas  kawasan – kawasan Muslim, dalam hal ini berada dibawah kekuasaan Dinasti Utsmani, khusunya sejak abad ke 19, pertemuan ini, betapapun pahitnya, mendorong kalangan intelektual dan birokrat Turki Ustmani untuk mengadopsi gagasan – gagasan dan institusi – institusi Barat Modern.























BAB III
KESIMPULAN

1.      Seorang imam adalah pemimpin umat manusia dan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya memberikan pendidikan, kepercayaan dan tannggung jawab serta pemenuhan hak – hak atas umat yang dipimpinnya. Hal ini berlaku juga seperti seorang kepala keluarga, ibu, budak dan lainnya yang berhubungan dengan kepemimpinan.
2.      Ajaran persamaan yang ditanamkan oleh Islam telah membentuk suatu komunitas masyarakat muslim yang saling menyayangi dan terikat oleh suatu komitmen keimanan yang kuat.
3.      Adapun tujuan dari pembentukan Negara itu adalah untuk melaksanakan ketentuan – ketentuan Allah yang ada dalam Al Qur’an maupun ketentuan – ketentuan rasul yang ada dalam Hadits.
4.      Kepala negara yang berlaku zalim dan berbuat maksiat kepada Allah, tidak wajib di taati. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka masalah ketaatan kepada kepala negara adalah merupakan hal yang sangat vital.
5.      Nilai nilai moral yang di sumbangkan dalam ilmu politik Islam dapat membentuk tatanan sosial masyarakat dan negara dengan baik dan teratur.
6.      Perkembangan politik di pengaruhi oleh proses – proses perubahan zaman dan perkembangan ilmu serta penguasa – penguasa pada zaman – zaman yang menyertainya.






DAFTAR PUSTAKA

Asy-Syirbaany , Ridwan, “ Membentuk Pribadi Lebih Islami “ Intimedia, Jakarta, hlm. 159
Kusumopradoto, S, “pandangan Hidup manusia Berdasarkan Ilmu, Iman, Amal, dan Taqwa”, Aneka ilmu, Semarang, hlm.59
Lewis , Bernard ” Bahasa Politik Islam “ ,PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994.
Muhibbin “,Hadits – Hadits Politik” Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 1996, hlm. 27
Nurdin , Ali, “ Quranic Society “, Penerbit Erlangga, Jakarta, hlm. 226
Taimiyah, Ibnu, “Kebijaksanaan Politik Nabi Muhammad SAW ”, Dunia Ilmu, Surabaya, 1997, hlm. 6



[1] Drs. Muhibbin, M.A “Hadits – Hadits Politik” Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 1996, hlm. 27
[2] Ibnu Taimiyah, “Kebijaksanaan Politik Nabi Muhammad SAW ”, Dunia Ilmu, Surabaya, 1997, hlm. 6
[3] Op.cit. “ Hadits – Hadits Politik “ , hlm. 19
[4] Ibid. 84
[5] Op.cit. hlm. 86
[6] Ali Nurdin, “ Quranic Society “, Penerbit Erlangga, Jakarta, hlm. 226
[7] Ridwan Asy-Syirbaany, “ Membentuk Pribadi Lebih Islami “ Intimedia, Jakarta, hlm. 159
[8] S. Kusumopradoto, “pandangan Hidup manusia Berdasarkan Ilmu, Iman, Amal, dan Taqwa”, Aneka ilmu, Semarang, hlm.59
[9] Bernard Lewis ” Bahasa Politik Islam “ ,PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar