UA-135753897-1 Jendela Ilmu: November 2015

Minggu, 01 November 2015

Artikel Integrasi Ilmu


Tinjauan Normatif Teologis
Tentang Integrasi Ilmu Agama Islam
Dengan Ilmu – Ilmu Umum


OLEH : SAFRUDIIN

A.           PENDAHULUAN
Dewasa ini kita sudah terbiasa dengan sebutan Ilmu Agama Islam dan Ilmu Umum. Ilmu Agama Islam yang berbasis pada wahyu, hadits nabi, penalaran dan fakta sejarah sudah perkembang demikian pesat, misalnya mengenal ilmu Kalam (Teologi) , ilmu fiqih/ushul fiqih, filsafat, tasawuf, tafsir/Ilmu Tafsir, Hadits/Ilmu Hadist, Sejarah dan Peradaban Islam, Pendidikan Islam, Dakwah Islam.
Selanjutnya ilmu umum yang berbasiskan pada penalaran akal dan data juga mengalami perkembangan yang lebih pesat lagi dibandingkan dengan ilmu – ilmu Agama Islam sebagaimana tersebut di dalam Islam. Ilmu – ilmu umum ini secara garis besar dapat dibagi kepada tiga bagian. Pertama, ilmu umum yang bercorak naturalis dengan alam raya dan fisik sebagaimana objek kajiannya. Yang termasuk dalam ilmu ini antara lain : fisika, biologi, kedokteran, astronomi dan sebagainya. Kedua, ilmu umum yang bercorak sosiologis dengan prilaku sosial/manusia sebagai objek kajiannya. Yang termasuk kedalam ilmu ini antara lain : antro pologi, sosiologi, politik, ekonomi, pendidikan, komonikasi, psikologi dan sebagainya. Ketiga, ilmu umum yang bercorak filosofis panalaran. Yang termasuk dalam ilmu ini antara lain : filsafat, logika, seni dan dan ilmu – ilmu humaniora lainnya.[1]
Dalam menciptakan seorang yang ahli dalam ilmu tertentu, perlu adanya hal yang perlu dilakukan, salah satunya adalah ia dapat mengintegrasikan atau menghubungkan ilmu yang dimilikinya itu dengan ilmu lainnya. Seseorang yang mempelajari ilmu fiqih misalnya, perlu memiliki dasar – dasar ilmu ekonomi, ilmu social, budaya, dan lain sebagainya, karena ilmu fiqih banyak berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, budaya dan sebainya itu.
Dalam mengintegrasikan antara ilmu agama Islam dengan ilmu- ilmu umum perlu adanya tinjauan normatif teologi, melalui tinjauan normatif teologis ini, seseorang akan di bawa kepada suatu keadaan melihat masalah berdasarkan prespektif Tuhan dalam batas – batas yang dapat dipahami manusia. Dengan tinjauan ini seseorang akan memiliki pegangan yang kokdangoh dalam suatu masalah. Tinjauan normatif teologis ini perlu dilakukan untuk membangun komitmen dan melihat sesuatu dalam prespektif yang ideal sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan dalam firman – firman-Nya.
Tinjauan normatif teologis pada tahap selanjutnya mengharuskan kita untuk melihat secara seksama bagaimana pandangan Tuhan terhadap integrasi Ilmu Agama Islam dan Umum, sebagaimana terdapat dalam firman-Nya di dalam Qur’an dan dijabarkan oleh Nabi Muhammad Saw. dalam haditsnya. Uraian selanjutnya akan dijumpai bagaimana sesungguhnya Al Qur’an dan al-sunnah melihat masalah integrasi Ilmu Agama Islam dan Ilmu Umum ini.[2]

B.       RUMUSAN MASALAH
1.        Pandangan Al Qur’an dan al Sunnah tentang Ilmu – ilmu Agama Islam dan Ilmu – ilmu Umum ?
2.        Pandangan Al Qur’an dan al Sunnah tentang Integrasi Ilmu Agama Islam dengan Ilmu Umum ?

C.      PEMBAHASAN
1.         ILMU – ILMU AGAMA ISLAM
Istilah ilmu – ilmu agama “ atau “ ilmu/studi religi atau religious studies dapat digunakan untuk semua studi dan penelitian ilmiah mengenai agama dengan pendekatan sosial - empiris.[3]
Dalam ilmu agama Islam, atau yang dalam bahasa Al Ghazali disebut dengan al ulum al syariah merupakan ilmu ilmu yang diperoleh dari nabi – nabi dan tidak hadir melalui akal, seperti aritmatika atau melalui riset, seperti ilmu kedokteran atau melalui  pendengaran seperti ilmu bahasa. Sedangkan ilmu – ilmu umum atau yang disebut dengan ilmu intelektual ( al ulum al aqliyah ) adalah berbagai ilmu yang dicapai atau diperoleh melalui intelek manusia semata.
Menurut Al Ghozali, ilmu – ilmu agama Islam terdiri dari ilmu tentang prinsip – prinsip dasar ( ilmu ushul ) dan ilmu tentang cabang – cabang ( furu’ ) atau prinsip – prinsip cabang.
Menurut Al Syirazi ilmu ilmu agama ini dikatogorikan dalam ilmu – ilmu non filsafat ( al ulum ghoiru hikmy ). Ilmu – ilmu religus diklasifikasikan menurut dua cara yang berbeda : (1) klasifikasi dalam ilmu – ilmu naqliy dan ilmu – ilmu intelektual (aqliy); (2) klasifikasi dalam ilmu tentang pokok – pokok ( ushul ) dan ilmu tentang cabang – cabang ( furu’).

2.         ILMU – ILMU UMUM
Ilmu – ilmu umum ( al ulum al aqliyah ) adalah ilmu yang dicapai atau diperoleh melalui pemikiran manusia semata. Al Ghozali membagi kategori ilmu – ilmu umum ke dalam beberapa ilmu, yaitu : (1) matematika ; (2) logika ; (3) fisika ; (4) ilmu – ilmu tentang wujud di luar alam atau metafisika. [4]

D.      PANDANGAN AL QUR’AN DAN AL SUNNAH  TENTANG ILMU AGAMA ISLAM DAN ILMU – ILMU UMUM

Ilmu adalah hasil manusia dalam berusaha dan menentang kesukaran hidup, seperti ilmu sosial, ilmu eksata, ilmu alam, ilmu falsafah, ilmu agama, ilmu seni budaya, dan banyak lagi macam ilmu menurut bidangnya masing – masing.[5]
Salah satu nilai yang sangat ditegaskan dalam syari’at Islam adalah “ di fardlukan       ( di wajibkannya ) menuntut ilmu. Kewajiban dalam menuntut ilmu bukan hanya sekedar “ ilmu agama “ melainkan seluruh ilmu yang bermanfaat bagi umat manusia serta alam di sekitarnya hal ini bisa dimengerti dengan berbagai argumentasi berikut ini.
Kitab suci umat Islam disebut Al Qur’an. Al Qur’an merupakan istilah arab yang berasal dari bangunan kata : qara’a – yaqra’u – qur’aanan artinya “ bacaan ”. dari sini secara tidak langsung ada suatu himbauan yang sangat halus agar siapa pun orang yang mengaku muslim harus selalu “ membaca “. Di dalam membaca terdapat proses transformasi ilmu pengetahuan. Dari transformsi ilmu pengetahuan terjadi pengendapan dalam qolbu yang akhirnya dapat terefleksikan dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak.[6]
Al qur’an dan al sunnah sesungguhnya membedakan antara ilmu agama Islam dengan ilmu – ilmu umum. Pembagian adanya ilmu agama Islam dan ilmu – ilmu umum adalah merupakan hasil kesimpulan manusia yang mengidentifikasi ilmu berdasarkan sumber objek kajiannya. Jika objek ontologis yang dibahasnya wahyu ( Al Qur’an ) termasuk penjelasan atas wahyu yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. berupa hadits, dengan menggunakan metode ijtihad, maka yang dihasilkannya adalah ilmu – ilmu agama, teologi, fiqih, tafsir, hadits, tasawuf, dan lain sebagainya. Kemudian jika objek ontologis yang dibahasnya alam jagat raya, seperti langit, bumi, serta segala isi yang ada di antara keduanya, yakni matahari, bulan, bintang, tumbuh – tumbuhan, binatang, air, api, udara, batu – batuan dan sebagainya dengan menggunakan metode penelitian eksperimen di laboratium, pengukuran, penimbangan, dan sebagainya, maka yang dihasilkannya adalah ilmu alam (natural sciences) seperti ilmu fisika, biologi, kimia, astronomi, dan lain sebagainya.
Ilmu ilmu tersebut seluruhnya pada hakikatnya berasal dari Allah, karena sumber sumber ilmu tersebut berupa wahyu, alam jagat raya ( termasuk hukum – hukum yang ada di dalamnya ), manusia dan pelakunya, akal pikiran dan intusi batin seluruhnya ciptaan dan anugerah Allah yang diberikan kepada manusia. Dengan , para ilmuan dalam berbagai bidang ilmu tersebut sebenarnya bukan pencipta ilmu tapi penemu ilmu, penciptanya adalah Tuhan.
Al Qur’an dan al – Sunnah tidak mengenal adanya pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum. Hal ini dapat dipahami dari uraian berikut ini :
1.    Di dalam ajaran Islam setiap penganutnya dianjurkan agar meraih kebahagiaan hidup yang seimbang antara dunia dan akhirat. Hal ini misalnya dapat dipahami dari ayat Al Qur’an dan Al Hadits berikut ini.
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ  

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. ( QS Al-Qashash,{28}: 27 )

Oßg÷YÏBur `¨B ãAqà)tƒ !$oY­/u $oYÏ?#uä Îû $u÷R9$# ZpuZ|¡ym Îûur ÍotÅzFy$# ZpuZ|¡ym $oYÏ%ur z>#xtã Í$¨Z9$#  ÇËÉÊÈ  
Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka".[7](QS Al Baqarah,{2}:201)

Di dalam hadits Rasulullah Saw. dinyatakan :
عن  انس  ضي الله عنه ان نبي صلا الله عليه وسلم قال : لـَيْسَ بِخَيْرِكُمْ مَنْ تـَرَكَ دُ نْيَاهُ لآخِرَتِهِ وَلاَ آخِرَتَهُُ لِدُ نْيَاهُ حَتَّى يُصِْيبُ مِنْهُمَا جَمِيْعًا فـَإنَّ ِلدُّ نْيَا بَلاَغ ٌ اِلىَ الآخِرَةِ وَلاَ تَكُوْنُوْا كَلاًّ عَلىَ النَّاسِ .

Bekerjalah untuk mencapai kebahagiaan hidupmu di dunia seolah – olah engkau akan hidup selama – lamanya, dan bekerjalah untuk mencapai kebahagiaan hidupmu di akhirat seolah – olah engkau akan meninggal besok pagi ( HR.Ibn Asakir )

2.    Al Qur’an dan Al Hadits, melarang seseorang mengatakan sesuatu yang ia sendiri tidak mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari yang dikatakanya itu. Hal ini mengingatkan kepada manusia, bahwa ia harus memiliki pengetahuan tentang apa yang dikatakannya. Dengan kata lain, seseorang tidak boleh taklid buta, karena apa yang kita katakan akan dimintakan pertanggung jawaban di sisi Tuhan. Kenyataan ini banyak dijumpai dalam ayat Al qur’an dan Hadits. Kita misalnya membaca ayat sebagai berikut.
Ÿwur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ  
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. ( QS: Al Isra’{17}36 ).
                                                       
z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ãAÏ»pgä Îû «!$# ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïã ßìÎ6®Ktƒur ¨@à2 9`»sÜøx© 7ƒÌ¨B ÇÌÈ  
Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah[8]  tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti Setiap syaitan yang jahat,

3.    Al Qur’an dan al-Sunnah selain berbicara tentang objek ilymu agama dan ilmu umum seperti ayat – ayat Allah yang ada di dalam wahyu ( kitab suci ) yang diturunkannya, ayat – ayat Allah yang ada dijagad raya (alam semesta dengan segala hokum yang ada di dalamnya), ayat – ayat Allah yang ada dalam diri manusia (ayat – ayat insaniyah, basyariah, al-nasiyah), ayat – ayat Allah yang menjelaskan fungsi akal serta hati nurani, yang selanjutnya menjadi dimensi ontologis dalam ilmu pengetahuan, juga berbicara tentang metode pengembangan ilmu dan pemanfaatannya. Dari ayat – ayat tersebut diantaranya ada yang berbicara tentang objek – objek ilmu pengetahuan tersebut ada yang dinisbatkan kepada Allah. Dalam ajaran Al Qur’an, Allah swt, tidak dinamakan al a’rif tetapi ‘alim , yang berkata kerja ya’lam ( Dia mengetahui ), dan biasanya Al Qur’an menggunakan kata itu untuk Allah, dalam hal – hal yang diketahui-Nya, walaupun ghaib, tersembunyi atau dirahasiakan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas terlihat dengan jelas bahwa Al Qur’an dan Hadits memiliki pandangan tentang pengembangan ilmu yang integrated, baik pada dataran ontologism, epistemologis maupun aksiologis. Pandangan ini jauh lebih unggul dibandingkan dengan pandangan pengembangan ilmu – ilmu pengetahuan yang dikembangkan di Barat yang bercorak persial, tidak utuh dan tidak kokoh, sehingga mudah sekali ilmu – ilmu tersebut digunakan untuk tujuan – tujuan yang menghancurkan martabat manusia, termasuk manusia yang menciptakan ilmu pengetahuan itu sendiri.[9]

E.       PANDANGAN QUR’AN DAN  SUNNAH  TENTANG INTEGRASI ILMU AGAMA ISLAM DAN ILMU – ILMU UMUM

Perkembangan ilmu pengetahuan yang mengarah ke spesialisasi ilmu disertai temuan – temuan teknologinya berdampak besar. Profile peta perkembangan ilmu pengetahuan menghadirkan sekat – sekat, bahkan keberadaan cabang – cabang ilmu dengan spesifikasinya menunjukan kecendrungan disintegrasi keilmuan. Spesialisasi keilmuan yang didukung teknologi di bidangnya dan mempercepat ilmu pengetahuan mencapai otonomimya membuat setiap ilmu dengan kaidah dan teknologinya merasa eksis dan mampu berkembang sendiri tanpa perlu intervensi kaidah – kaidah di luar ilmunya, termasuk kaidah etika, moral, dan agama.[10]
Islam sangat menghargai Ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dan agama merupakan  kurnia Tuhan yang semata – mata diberikan kepada umat manusia, sehingga , ke duanya dianggap sifat khas manusia. Manusia mempunyai kecenderungan untuk menuju ke arah kebenaran dan wujud – wujud suci, dan tak dapat hidup tanpa menyucikan dan memuja sesuatu, ini merupakan kecenderungan iman yang merupakan fitrah manusia. Selain itu manusia pun mempunyai kecenderungan untuk selalu ingin memahami semesta alam, serta memiliki kemampuan untuk memandang masa lalu, sekarang, dan masa mendatang, yang semuanya merupakan ciri khas ilmu pengetahuan. Oleh karena itu agama dan ilmu pengetahuan harus diupayakan agar selalu sejalan, dan Islam adalah satu – satunya agama yang memadukan ( mengintegrasikan ) keduanya.[11]
Sebagaimana sebutkan di atas , bahwa menurut pandangan Islam sesungguhnya tidak ada istilah ilmu agama dan ilmu umum. Yang ada hanya ilmu itu sendiri dan seluruhnya bersumber dari Allah Swt.
Namun dilihat dari sifat dan jenisnya sulit dihindari adanya paradigma ilmu – illmu agama dan ilmu – ilmu umum , atau paling tidak paradigma ilmu – ilmu agama dan ilmu – ilmu umum, atau paling tidak paradigma tersebut hanya untuk kepentingan teknis dalam membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.
Al Quran al-karim dan hadits Rasulullah Saw. dengan ayat – ayat dan matan yang ada di dalamnya  mecoba menawarkan suatu penyelesaian atas hal – hal yang sepertinya bertentangan. Berkaitan dengan hal itu, di sini akan dikemukakan beberapa contoh saja, yang memperlihatkan bahwa antara agama dan ilmu pengetahuan saling membutuhkan, dan tidak bertentangan. Hal ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.    Agama menyuruh manusia berfikir, mengggunakan akal pikiran dan segenap potensi lainnya yang dimiliki sebagaimana tercermin pada ayat – ayat Al Qur’an yang menggunakan istilah tatafakkur, tatadabbarun, tatazakkarun, ta’akkul, tafaquuh, intidzar, iqra, tafahhum, tabassarun dan seterusnya. Istilah – istilah mengacu kepada keharusan berfikir, merenungkan sesuatu yang tersirat, mengingat ciptaan Allah, memeras akal pikiran, memahami agama, mengobservasi dan menemukan. Perintah – perintah agama yang demikian dapat dijumpai praktiknya dalam ilmu pengetahuan, dengan kata lain kerja ilmu pengetahuan merupakan perintah agama.
2.    Di dalam wahyu terdapatsi perintah Allah untuk melaksanakan ibadah, mengolah alam dalam rangka pelaksanaan fungsi sebagai khalifah di muka bumi, memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan lain sebagainya.
3.    Agama berisikan ajaran tentang moralitas dan akhlak mulia, seperti ajaran tentang bersyukur dan ibadah kepada Allah, berbuat salih dan hal – hal yang bermanfaat dan berguna bagi kehidupan manusia. Di satu pihak ilmu pengetahuan dan teknologi melalui berbagai teori yang dirumuskannya telah menawarkan berbagai kemudahan – kemudahan bagi manusia, seperti kemudahan dalam berkomunikasi , kemudahan dalam mendapatkan makanan, minuman, pakaian, kendaraan dan berbagai kenikmatan lainnya. Ilmu pengetahuan telah menghasilkan kemajuan untuk mencapai percepatan sampai pada tujuan. Namun, ilmu pengetahuan itu tidak tahu tujuan apa yang harus di capai dengan semua itu. Agamalah yang memberikan landasan dan arah bagi penggunaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Untuk ini tepat sekali ungkapan Albert Einstein yang mengingatkan bahwa ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta.
4.    Agama berfungsi membenarkan, melengkapi dan mengoreksi terhadap berbagai temuan dalam ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan bisa jadi sampai kepada kebenaran yang sesuai dengan yang dinyatakan dalam agama. Terhadap demikian agama membenarkannya dan agama berfungsi sebagai penguat (konfirmator).  Ilmu pengetahuan  misalnya tidak tahu bahwa setelah mati ada kehidupan di akhirat, atau berzina itu dilarang. Dalam keadaan demikian, agama datang memberitahukan bahwa perbuatan itu tidak baik. Dengan demikian antara agama dan ilmu pengetahuan dalam pandangan Islam bukan untuk dipertentangkan melainkan untuk saling melengkapi.
5.    Agama berbicara tentang kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Kehidupan di dunia harus menjadi sarana atau media untuk mencapai hidup bahagia di akhirat. Untuk itu agama membutuhkan sarana kehidupan duniawi. Karna itu kehidupan duniawi yang memerlukan dukungan ilmu pengetahuan agama itu membutuhkan bimbingan agama.
6.    Agama berbicara tentang alam ghoib, dan kepercayaan terhadap alam gaib ini termasuk hal amat ditekankan dalam Al Qur’an, dan menjadi salah satu ciri dari orang yang bertaqwa yaitu orang yang percaya kepada yang ghoib, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezekinya, percaya kepada yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dan kepada apa yang diturunkan kepada Nabi sebelumnya, serta percaya kepada hari akhirat. Adanya yang ghaib ini sama sekali tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang bertumpu pada hal – hal yang empiris, rasionalistik, dan realistsiic. Berbagai temuan para ilmu mutakhir telah sampai pada kesimpulan bahwa antara yang ghaib dan yang nampak terdapat hubungan fungsional yang intensif dan saling mengisi. Dengan sifatnya yang terbatas, ilmu pengetahuan akan sampai pada batas tidak lagi melihat sesuatu hanya dengan mata kepala atau dengan menggunakan peralatan observasi supercanggih sekalipun. Dan dengan melalui konsep iman kepada yang ghaib itu, kebuntuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan tersebut dapat di atasi. Dengan percaya yang ghaib , mata yang digunakan sudah bukan mata kepala lagi, tapi dengan mata hati, dan mata hai ini ada pada manusia. Dengan bantuan konsep yang ghaib ini ilmu pengetahuan akan terbebas dari kebuntuan, ia ditolong dari ketidakberdayaan, dan gilirannya ia akan tetap eksis secara fungsional dalam menjelaskan berbagai masalah yang dihadapi. Dengan cara demikianlah ilmu pengetahuan dan agama seharusnya berkerjasama dan berintegrasi.[12]


F.            KESIMPULAN

1.      Islamisasi ilmu pengetahuan adalah merupakan sebuah tanggung jawab moral para ilmuwan dalam rangka menyelamatkan peradaban ummat manusia. Islamisasi ilmu pengetahuan mencangkup istilah spiritualisasi, dan integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum.
2.      Integrasi ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum ternyata memiliki landasan normatif teologis. Karena masalah integrasi ini bukan mengada – ada melainkan sebagai sebuah kenyataan dan sekaligus tuntutan.
3.      Secara normatif teologis sebenarnya tidak ada pemisahan atau dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum. Al Qur’an dan al sunnah tidak membeda – bedakan antara ilmu – ilmu agama dan ilmu – ilmu umu. Keduanya terikat dengan prinsip tauhid, sesuatu prinsip yang melihat bahwa baik aspek ontologism, epistemologis, maupun aksiologis ilmu pengetahuan adalah sama.
4.      Integrasi ilmu agama dan ilmu umum mengharuskan seseorang untuk memahami prinsip – prinsip umum yang ada pada kedua bidang ilmu tersebut sambil mengembangkan keahlian pada bidang ilmu tertentu sesuai dengan bakat dan minat masing – masing.

G.           DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin dkk “ Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu umum “, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm.1-3.
Banawiratma, SJ, J.B.”Teologi Lintas Ilmu Menguji Omongan Agama”, Penebit Kanisius, Yogyakarta, 1997, hlm. 61
Kusumopradoto, S. “ Pandangan Hidup Manusia “, Aneka Ilmu, Semarang, hlm. 10
Asy-Syirbaany, Ridwan,”Membentuk pribadi lebih Islami” PT. Intimedia Cipta nusantara", Jakarta. Hlm 194
Fajar Riyanto, Waryani,” Kata Pengantar Nalar Filsafat Ilmu Sosial Islam Integratif
Djumhana Bastaman, Hanna, “integrasi Psikologi dengan Islam”, Pustaka Pelajar, 1995, hlm. 146



[1] Abuddin Nata dkk “ Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu umum “, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm.1-3.
[2] Ibid. hlm. 49-50.
[3] J.B. Banawiratma, SJ,”Teologi Lintas Ilmu Menguji Omongan Agama”, Penebit Kanisius, Yogyakarta, 1997, hlm. 61
[4] Op.cit. hlm. 156
[5] S.Kusumopradoto, “ Pandangan Hidup Manusia “, Aneka Ilmu, Semarang, hlm. 10
[6] Ridwan Asy-Syirbaany,”Membentuk pribadi lebih Islami” PT. Intimedia Cipta nusantara", Jakarta. Hlm 194
[7] Inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang Muslim.
[8]  Maksud membantah tentang Allah ialah membantah sifat-sifat dan kekuasaan Allah, misalnya dengan mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu adalah puteri- puteri Allah dan Al Quran itu adalah dongengan orang- orang dahulu dan bahwa Allah tidak Kuasa menghidupkan orang-orang yang sudah mati dan telah menjadi tanah.
[9]    Op.cid. hlm. 51-67.
[10] Waryani Fajar Riyanto,” Kata Pengantar Nalar Filsafat Ilmu Sosial Islam Integratif
[11] Hanna Djumhana Bastaman, “integrasi Psikologi dengan Islam”, Pustaka Pelajar, 1995, hlm. 146
[12] Op.cit. hlm. 67-75.